Pada tanggal 30 Juni 2018 aku berencana menuju Saint Andrews (UK) dari Aalborg (Denmark) melalui jalur udara via Aalborg-Copenhagen-Ediburgh kemudian dilanjutkan jalur darat dari Edinburgh menuju Saint Andrews. Pesawat akan dijadwalkan berangkat pukul 15.00 dari Aalborg dan tiba pukul 18.20 di Edinburgh. Sayangnya, karena pesawat dari Aalborg menuju Copenhagen terlambat sekitar 1 jam 15 menit, pesawat menuju Edinburgh dari Copenhagen tidak terkejar. Jadilah aku terdampar di Copenhagen sore itu. Situasi menjadi semakin seru karena aku memiliki bagasi yang tidak tahu dimana keberadaannya.
Singkatnya, alhamdulillah aku bisa sampai di Edinburgh di hari berikutnya (tanggal 1 Juli 2018) sekitar pukul 7.45, kemudian terpaksa menggunakan taksi, dengan biayanya setara biaya flight Aalborg-Edinburgh, menuju Saint Andrews agar terkejar agenda pukul 09.00 (walaupun kenyataannya tidak terkejar juga-memang nasib). Uniknya, perjalanan menuju Edinburgh ini bukan ditempuh dari Copenhagen (Denmark), melainkan dari Stockholm (Swedia). Loh kok bisa?
Hikmah dan tips:
1. Kecewa boleh, tapi mudah emosi dan tidak sabar mungkin bukan jalan terbaik setiap masalah.
Beruntungnya aku yang berkesempatan menggunakan fasilitas universitas adalah mendapatkan tiket jalur fast-track (bukan jalur umum) sehingga tidak perlu ikut antri panjang saat security cheking dan imigrasi. Tidak beruntungnya aku saat itu adalah ternyata jalur fast track tetap tidak membantu. Apalagi mengingat momen ketika memandang bus yang mengantar penumpang menuju pesawat untuk boarding, sedangkan aku ditolak petugas karena dianggap terlambat. “Bye-bye pesawat menuju Edinburgh…” begitulah kata terakhir yang bisa aku ucapkan saat itu.
Dengan langkah gontai aku kembali menuju imigrasi untuk minta stempel keluar menuju transfer center, kantor khusus orang-orang yang ditelantarkan maskapai karena kealpaan mereka. Dan benar dugaanku, aku tidak sendiri di tempat ini. Ada puluhan penumpang lain yang juga terombang-ambing di Copenhagen. Sempat terdengar seorang ibu-ibu (bersama keluarganya) terpaksa menelpon suatu agen untuk membatalkan flight-nya menuju salah satu kota di Amerika Serikat. Wuiiikkk….aku hanya menarik napas panjang dan mencoba tegar bahwa besok pagi aku butuh untuk tiba di Saint Andrews.
2. Teliti mempelajari hak-hak para penumpang terlantar
“Dua kemungkinan yang bisa kami tawarkan saat ini adalah apakah bapak tiba di Edinburgh besok sore (1 Juli) dari Istanbul (Turki) atau di London (UK) besok siang dari Copenhagen” Kata mbak petugas sambil tetap memainkan telponnya yang sedang terhubung dangan kantor pusat. Aku hanya bisa menahan napas agar tak perlu menentukan pilihan. Mbak petugas paham penjelasanku sebelumnya bahwa aku harus tiba esok hari karena ada agenda pukul 09.00 di Saint Andrews, namun itulah dua opsi terbaik yang bisa mereka tawarkan.
Sedetik kemudian si mbak tersenyum gembira mendengar kabar via telepon sambil menari-nari riang. Aku tersenyum memperhatikan tingkahnya sambil bertanya “what’s going on?”. “Kami ada pesawat menuju Stockholm yang terlambat dan baru akan terbang sekitar satu jam lagi dan bapak bisa menuju Edinburgh besok pagi dari Stockholm pukul 06.10 untuk mengejar agenda bapak pukul 09.00 esok hari.” Jelasnya riang. “Ini pesawat ngaret-nya kok banyak ya…” batinku sebelum akhirnya berkata “That’s a wonderful news. Thanks a lot.. But anyway, bagaimana dengan bagasiku dan juga kompensasi apa yang bisa kudapatkan?” Tanyaku. “Hotel dan makan malam bapak hari ini sudah disiapkan di Stockholm. Terkait bagasi, saya sudah komunikasikan dengan tim, semoga bisa dijangkau saat bapak tiba di Edinburgh besok. Terkait kompensasi lain, bapak bisa pelajari disini dan claim sesuai dengan syarat dan ketentuan” Jelas si mbak sambil menyerahkan brosur Scandinavian Airlines. Aku bergegas menuju gate yang dimaksud untuk terbang ke Stockholm sambil membaca hak-hakku sebagai penumpang terlantar.
Besoknya, petugas bandara tidak bisa membantu menemukan keberadaan bagasiku sehingga ia harus ditangguhkan hingga tempo yang tidak bisa ditentukan. Nice.. padahal baju gantiku selama seminggu plus charger laptop ada di bagasi.
Pesan utamanya: Walaupun capek, tergesa-gesa, waktu terbatas, dan perasaan campur aduk lainnya, tetaplah teliti mengetahui hak-hak anda jika mengalami pengalaman serupa.
3. Fokus pada hal-hal positif
Tentu aku tidak merasa bahagia karena rencana awal gagal total: Total capek bertambah, tiba di Edinburgh lewat satu hari dari yang direncakanan, terlambat mengikuti workshop tanggal 1 Juli, terlewat satu malam hotel (berikut 1x sarapan) di Saint Andrews yang sudah dipesan (yang tidak bisa dibatalkan H-1 atau mendapat reduksi), harus membayar taksi yang biayanya 5x lipat biaya bus, ditambah koper yang tidak bisa terbawa ke Saint Andrews karena petugas bandara Edinburgh tidak mampu melacak dimana keberadaannya.
Mungkin jika aku habiskan waktu untuk menggerutu, habis lah waktuku jauh-jauh ke UK selama 10 hari, yang capeknya belum selesai setelah perjalanan dari Indonesia, dan harus meninggalkan keluarga di Aalborg. Alhamdulillah ada beberapa hal-hal positif yang bisa diambil dari insiden ini:
a. Ini adalah kali pertama aku meninjakkan kaki di Swedia. Mendapatkan “bonus” satu malam di Stockholm tentu menjadi anugerah tersendiri. Ditambah lagi mendapat fasilitas hotel + makan malam + sarapan bukanlah hal yang tidak patut untuk tidak disyukuri.
b. Selain poin (a), maskapai terkait juga menawarkan kompensasi tambahan berupa uang tunai yang nominalnya setara untuk PP Aalborg-Edinburgh + biaya ganti rugi lain (ex: taksi).
c. Berkesempatan mendapatkan “marmalade” yang langsung mengingatkan aku pada movie berjudul Paddington.
d. Menjadi sosok yang mudah dihapal pembicara utama dan peserta workshop lain karena terlambat 1 jam. Tentu momen ini bisa aku manfaatkan dengan lebih mudah untuk berdiskusi dengan pemateri utama saat itu yang jauh-jauh datang dari Australia. Wkkkk…
4. Prioritaskan hal-hal penting untuk diletakkan di tas kabin
Keteledoran paling akut yang kulakukan selama perjalanan ini adalah meletakkan charger laptop dan charger power bank di dalam bagasi. Tentu hal ini berakibat fatal jika kejadian koper tidak terlacak seperti kasusku terjadi. Beruntungnya aku memiliki laptop yang bisa bertahan sekitar 10 jam, jadi setidaknya workshop tanggal 1 juli yang jelas membutuhkan laptop bisa berjalan cukup optimal. Hari berikutnya aku sabar untuk tidak membuka laptop kecuali untuk hal urgent.
Pesan lain: Jika terdapat insiden koper terlambat datang dan terdapat hal urgent yang diperlukan (ex: baju, charger), jangan khawatir untuk mencari penggantinya segera karena kerugian tersebut juga bisa di-claim di kemudian hari.
5. Siapkan Plan B
Dari kacamata istri, aku dikenal sebagai seorang perencana. Misalnya: cek list sudah disiapkan H-3, materi presentasi siap maksimal H-1 minggu, target-target conference sudah dicatat, profil-profil pembicara yang memiliki kemiripan bidang kajian studi dipelajari sekilas untuk diajak berdiskusi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesempatan kolaborasi, serta jalur (dan jadwal) dari bandara Edinburgh menuju pemberhentian bus di Saint Andrews, sekaligus dari pemberhentian bus menuju hotel sudah didokumentasikan.
Jika Plan A tidak berjalan sesuai rencana karena faktor eksternal, mempersiapkan rencana cadangan mungkin perlu dilakukan.
PS: Gambar diambil dari google